Monumen Jogja Kembali (Monjali) di sisi utara Yogyakarta menjadi salah satu destinasi penting. Pengunjung bisa menyaksikan jejak-jejak perjuangan tersimpan di monumen berbentuk seperti tumpeng tersebut.
Kawasan Monjali memiliki luas total 5 hektare dengan tinggi bangunan monumen 32 meter. Di dalamnya tersimpan ribuan koleksi benda-benda atau dokumentasi perjuangan masa lalu. Sebagian koleksi merupakan benda keramat dan jadi simbol era perjuangan.
Pemandu sekaligus Juru Bicara Monjali, Abdul Rauf, menyebutkan salah satu koleksi yang cukup unik di Monjali adalah bambu runcing asli dari Kyai Subhi Parakan Temanggung. Bambu runcing ini diserahkan langsung oleh putra Kyai Subhi ke Monjali.
Bambu Runcing ini menjadi ikon perjuangan melawan penjajah saat itu. Menurut dia, bambu runcing yang disimpan di Monjali itu menjadi pembakar semangat dalam mengusir penjajah yang menggunakan alat canggih.
"Bambu runcing Parakan saat itu sangat terkenal. Bambu runcing bisa mengalahkan bedil. Ada keyakinan dan kemantapan setelah memegang itu yakin bisa mengalahkan Belanda," ujar Rauf.
Rauf menyebutkan ada tiga bambu yang disimpan di Monjali. Satu bambu berwarna hitam dengan runcing tajam tampak dipamerkan dalam museum.
"Bambunya biasa. Pring hitam itu ya pring wulung itu biasa sekali. Jadi istimewa mungkin kekuatan doanya itu," kata dia.
Dia menambahkan, Monjali juga menyimpan koleksi dari Jenderal Sudirman. Dokar, tandu dan selop milik Jenderal Sudirman dapat ditemui di Monjali.
"Ada 11 tandu. Ini yang pertama digunakan dari daerah Bedoyo Gunungkidul sampai Eromoko Wonogiri. Tidak semua tersimpan karena ada yang rusak," ujar dia.
Rauf menyebut tandu dan selop milik Jenderal Sudirman merupakan koleksi yang istimewa dan tidak ternilai harganya. Tandu itu jarang keluar dari museum untuk keperluan pameran.
Dari tandu itu, ribuan kisah dapat diceritakan kepada generasi muda. Salah satunya peristiwa Serangan Umum 1 Maret.
Rauf mengatakan dari tandu itu juga dapat diceritakan saat Jenderal Sudirman bergerilya sejauh 1.009 kilometer. Tandu yang berumur sekitar 68 tahun ini selalu dirawat oleh pihak museum.
Salah satunya dengan teknik fumigasi yang menggunakan zat kimia. Teknik bertujuan menjaga agar selimut tandu tersebut tidak sobek.
0 komentar:
Post a Comment